WISATAACEH.ID – Bagi warga Aceh siapa yang tidak mengenal Museum Tsunami yang berdiri kokoh di pusat ibu kota Provinsi Aceh. Kehadiran bangunan ini bukan hanya dijadikan lokasi wisata sejarah, namun juga sebagai pusat literasi kebencanaan.
Museum yang dirancang oleh Ridwan Kamil pada 2007 lalu itu memiliki struktur bangunan yang unik dan responif terhadap bencana. Bagian atas sengaja dirancang dengan atap beton untuk bisa menampung ribuan orang, hingga banyak tangga-tangga hingga ke belakang gedung. Sehingga jika terjadi bencana dapat menyelamatkan banyak orang.
Bagian halaman luar museum juga terlihat pajangan kendaraan yang dulunya digunakan untuk mengevakuasi korban, seperti helikopter, sepeda motor hingga truk. Meskipun kondisinya tidak bisa lagi digunakan, namun kendaraan itu tampak masih terawat.
Kemudian di dalam museum terdapat 416 koleksi yang dibagi ke dalam beberapa jenis seperti koleksi etnografika, biologika, teknologika, keramonologika, seni rupa numismatika, geologika, filologi dan historika.
Museum ini disebut juga sebagai Rumoh Aceh Escape Hill, merupakan sebuah gedung bersama dengan susunan empat lantai yang memiliki luas sekitar 2.500 meter persegi yang dinding lengkungnya ditutupi oleh relief berupa geometris.
Tampilan interior Museum Tsunami Aceh merupakan sebuah Tunnel of Sorrow (terowongan pendek) menggiring pengunjung kedalam kenangan sebuah perenungan atas musibah dahsyat yang menghantam warga Aceh pada Tahun 2004 lalu.
Di museum ini pengunjung bisa menemukan banyak literatur yang membawa dampak untuk mengenang kesedihan yang di alami penduduk Aceh. Dari desain yang sarat dengan nilai kearifan lokal membuat destinasi wisata sejarah ini ramai dikunjungi wisatawan domestik hingga internasional.
Kepala UPTD Museum Tsunami Aceh, Syahputra mengatakan, di bagian dalam gedung ini memiliki ruang-ruang khusus bagi mereka yang hendak mempelajari sejarah kebencanaan di Aceh yang telah di digitalisasikan.
Misalnya seperti smong yang merupakan kearifan lokal warga Simeulue terkait gelombang air laut hingga data dan riset terkait penemuan Gua Euk Leuntie atau gua tsunami yang menghantam pesisir wilayah Barat Aceh sejak kurun waktu 7.400 tahun silam.
“Jadi peristiwa kebencanaan yang terekam itu ada di sini (Museum Tsunami Aceh). Sehingga ini bisa menjadi pengetahuan bagi pengunjung soal literasi kebancanaan di Aceh,” kata Syahputra saat ditemui di Museum Tsunami Aceh, Sabtu, 17 Juni 2023.
Menurut Syahputra, literasi soal mitigasi kebencanaan ini perlu terus disosialisasikan kepada pengunjung agar bisa mengantisipasi ataupun mengerti cara untuk melakukan evakuasi jika terjadi bencana.
Apalagi secara geografis Tanah Rencong memang dikenal daerah rawan gempa dan tsunami, kemudian disejumlah kawasan terdapat titik pertemuan beberapa patahan sesar terutama di segmen Aceh maupun Segmen Seulimum misalnya. Menurut para ahli keduanya masih aktif dan berpotensi terjadinya gempa di kemudian hari.
Bertabur Koleksi
Museum Tsunami Aceh menyimpan sebanyak 416 koleksi peninggalan pasca peristiwa tsunami Aceh, yang digunakan sebagai sarana edukasi kepada masyarakat terkait kebencanaan. Jumlah itu dipastikan akan terus bertambah.
Pengelola Koleksi Museum Tsunami Aceh Leni Sofia menyebutkan, beberapa koleksi di Museum Tsunami Aceh seperti kendaraan bermotor, helikopter, koin, kalung, beragam perhiasan, naskah, KTP Merah Putih, peralatan rumah tangga, televisi, kipas angin, dan berbagai macam lainnya.
Kata Leni, sebelum museum dibangun, koleksi-koleksi tersebut sudah lebih dulu dikumpulkan dari berbagai pihak yang menyumbang. Seiring berjalan waktu, koleksi tersebut terus bertambah.
Bahkan, ada juga koleksi yang dibeli seperti kaki palsu delisa saat usia 7 tahun, yang merupakan salah seorang bocah penyintas tsunami dan harus kehilangan kaki kanannya akibat tsunami 2004 silam.
“Koleksi ini kita dapatkan awalnya hibah, kemudian ada juga orang sumbang, ada juga yang kami beli seperti kaki palsu Delisa saat dia usia 7 tahun,” ujarnya.
Lanjut dia, koleksi-koleksi tersebut tidak semua terpanjang. Ada beberapa yang disimpan dan akan dipajang ketika pengelola museum membuat pameran.
Pihaknya terus melakukan perawatan terhadap koleksi-koleksi itu agar tetap terus bisa digunakan sebagai bahan edukasi terkait kebencanaan kepada masyarakat Aceh maupun wisatawan domestik dan mancanegara.
Seorang pengunjung Museum Tsunami, Ira mengatakan kedatangannya ke Banda Aceh untuk melihat beberapa destinasi wisata bersejarah, termasuk Museum Tsunami Aceh.
Menurut dia, salah satu lokasi itu ingin didatangi karena mempunyai nilai sejarah mendalam hingga menggugah hati dari 53 negara di dunia untuk beramai-ramai membantu Aceh.
“Setelah saya berkunjung ke sini, saya mendapatkan banyak pengetahuan, terutama apa yang menjadi penyebab terjadinya gempa dan stunami di Banda Aceh,” ujarnya.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan