Aceh Besar – Keindahan Gua Ie di perbukitan Desa Leupung Bruek, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, tak hanya menyihir para wisatawan pecinta petualang untuk menjelajahi isi perutnya.

Gua yang masih belum banyak terjamah oleh banyak orang ini menyimpan potensi keindahan yang begitu menarik untuk dikunjungi. Apalagi, jalan menuju ke Gua Ie ini harus melewati dan membabat semak belukar untuk mencari jalan.

Keberadaan goa yang memiliki stalaktit dan stalagmit hidup itu bisa menjadi alternatif destinasi wisata tak biasa bagi wisatawan.

Konon, hanya orang-orang tertentu saja mengetahui keberadaanya, seperti Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) dari Universitas Muhamadiyah Aceh yang pertama membuka jalur menuju ke sana pada Tahun 2008 lalu.

Kemudian, warga yang membuka lahan perkebunan di sekitaran gua dan Mantan Kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang dulu pernah bersembunyi di dalam Gua Ie.

Saat berkunjung ke tempat ini, perjalanan menuju tempat ini sudah dipenuhi semak belukar dan harus di babat kembali. Sesampainya di lokasi, rasa lelah menempuh perjalanan terbayar dengan panorama yang eksotis.

Gua ie menawarkan pemandangan indah bias cahaya matahari yang berbentuk garis-garis karena efek melewati sela-sela ranting pepohonan sebelum jatuh ke dasar gua. Pemandangan itu menjadi sajian istimewa yang bisa dinikmati para pelancong.

Hendri Abik (26), spesialis gua dan tebing menyatakan, Gua Ie sangat layak dikembangkan menjadi lokasi wisata petualang. Namun, Pemerintah harus menyediakan pendamping profesional guna memajukan wisata gua.

Gua Ie di Aceh Besar. (Foto/IST – Dani Randi)

Pendamping profesional berguna untuk memastikan keselamatan para wisatawan yang berkunjung.

Untuk perlatan sendiri, kata Hendri, harus mengunakan alat standar Caver, serta harus dipandu oleh tim yang mampu dalam bidang Caving.

Selain itu, kata dia, mereka bisa mengontrol serta mengingatkan wisatawan dan warga untuk menjaga kelestarian alam gua, terutama stalaktit dan stalagmit, yang pembentukannya butuh ratusan tahun tetapi sangat mudah rusak.

”Kelestarian Gua sangat penting karena menjadi tempat sumber air bersih. Kalau Gua rusak, sumber air akan hilang. Apalagi kalau sudah mudah terjamah oleh orang,” ujar Hendri.

Mantan kombatan GAM di wilayah Aceh Besar, Lem Zi mengatakan, dulunya ia mengaku pernah bersembunyi dalam gua. Kemudian ia menjadi pendamping ketika Mahasiswa Pecinta Alam membuka jalur menuju Gua Ie.

“Saya yang mengatarkan anggota Mapala kemari, itu pada tahun 2008 lalu, kalau untuk gua ini bagi saya sudah seperti rumah,” kata Lem Zi beberapa waktu lalu.

Dikatakanya, setelah perjanjian damai RI dan Aceh Tahun 2006 silam, dua tahun berikutnya, barulah ia perkenalkan Gua itu kepada anggota Mapala untuk di eksplorasi.

“Setelah kenalkan tempat ini, baru banyak yang datang, tapi khususnya anak-anak Mapala, kalau untuk wisatawan belum,”ujarnya.

Dikatakanya, dulunya pada saat konflik GAM-RI, Ia bersama puluhan kombatan lainya memilih untuk bersembunyi di Gua tersebut. Sebab, dinilai sebagai tempat yang aman untuk bersembunyi.

“Tempat ini dulu aman untuk bersebunyi, tidak ada yang tahu, jangan orang lain warga sekitar tidak tahu,”sebutnya. Kedepan, kata dia, tempat ini bisa dijadikan lokasi wisata yang memiliki nuansa lain dari destinasi wisata yang ada di Aceh.

Jika ingin mengunjungi tempat ini, dari Kota Banda Aceh, pengunjung harus menumpuh sekitar 1 jam perjalanan hingga ke  Desa Leupung Bruek. Perjalanan dengan menggunakan tranportasi pribadi, karena akses transportasi terbatas.

Dari Desa tersebut, pengunjung kembali harus menempuh waktu sekitar 45 menit untuk menuju lokasi. 500 meter awal perjalanan, tersaji pemandangan hamparan ilalang yang eksotis.

Pengunjung lalu memasuki kawasan hutan primer yang terbentang sekitar 2 kilometer sebelum tiba di Gua Ie.

Dani Randi

Cek Artikel yang lain di Google News