PIDIE – Kupiah meukutop menjadi trend baru di kalangan kawula muda Aceh. Peci yang sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) itu kerap dipakai saat acara keagamaan maupun nongkrong.
Kupiah meukutop mulai ngetrend kembali sejak 2016 lalu setelah diperkenalkan beberapa orang, salah satunya Tarmizi A Hamid. Awalnya, peci itu dipakai kaum tua saja, namun lambat laun ikut mencuri perhatian kawula muda.
Di beberapa acara keagamaan, mulai banyak anak muda mengenakan peci warisan kerajaan Aceh abad ke-17 itu. Selain itu, kawula muda Tanah Rencong juga memakai kupiah itu sebagai fesyen saat nongkrong di warung kopi.
“Peci ini sudah melekat sebagai identitas Aceh sepenuhnya. Ketika seseorang sudah memakai peci ini, dia harus menjaga budaya Aceh,” kata Pemerhati Sejarah dan Budaya Aceh, Tarmizi Abdul Hamid beberapa waktu lalu.
Kupiah meukeutop memiliki empat corak warna: merah, kuning, hijau, dan hitam. Setiap warna memiliki artinya tersendiri. Merah melambangkan keberanian dan jiwa kepahlawanan orang Aceh.
Kuning bermakna kemegahan serta keistimewaan bangsa dan negara. Hijau mengisyaratkan keilmuan agama Islam serta warna hitam diartikan sebagai hukum yang kuat di Aceh.
Selain itu, kupiah meukeutop juga memiliki motif anak tangga yang memiliki arti sebagai kearifan lokal di Serambi Mekah. Setiap anak tangga mengandung arti tersendiri.
Tangga pertama melambangkan hukum, tangga kedua adat, ketiga qanun, dan keempat reusam. Kupiah meukeutop diketahui sudah ada sejak masa kerajaan Aceh sekitar abad ke-17 masehi.
Sultan Iskandar Muda saat itu disebut sering memakai kopiah itu pada hari-hari penting serta dalam kesehariannya. Kupiah itu juga dikenal sebagai atribut wajib dalam ritual adat Aceh kala itu. Pada masa kolonial Belanda, kupiah meukeutop dikenal dengan nama kupiah tungkop.
“Karena memang aslinya kupiah meukeutop ini berasal dari Tungkop Kecamatan Indra Jaya, Pidie,” jelas pria akrab disapa Cek Midi tersebut.
Kampanye pemakaian kupiah meukeutop sukses digaungkan Cek Midi. Trend pemakaian kopiah tersebut disambut Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh dengan mengusulkannya sebagai WBTB pada 2019 lalu.
Gayung bersambut. Kemdikbud Ristek menyatakan kupiah meukeutop masuk sebagai WBTB pada Oktober 2021 lalu. Sertifikat WBTB tersebut diserahkan Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Ristek, Hilmar Farid dan diterima Kepala Disbudpar Aceh Jamaluddin pada 7 November 2021.
Penghargaan tersebut menjadi komitmen Pemerintah Aceh untuk terus menjaga dan melestarikan kupiah meukeutob sebagai karya budaya nasional.
Setelah adanya penetapan tersebut, kupiah meukutop semakin mudah ditemukan di lapak-lapak penjual peci. Harga jual peci itu bervariasi tergantung kualitas.
Kupiah meukutop yang dipakai di baju adat memiliki ciri khas yakni bentuknya tinggi, lonjong, dan dihiasi lilitan kain sutra berbentuk segi delapan atau lazim disebut tengkulok. Umumnya kupiah meukeutop dibuat dari kain berwarna dasar merah dan kuning yang dirajut menjadi satu dan berbentuk lingkaran.
Untuk bagian bawah kupiah, ada motif anyaman kombinasi warna merah, kuning, hijau, dan hitam. Di tengahnya juga terdapat anyaman serupa tetapi dibatasi dengan lingkaran kain hijau di atas dan kain hitam di bawah. Pada lingkaran kepala bagian bawah terdapat tulisan ‘lam’ dengan huruf hijaiyah. []
Tinggalkan Balasan