WISATAACEH.ID – Pinto Aceh merupakan salah satu motif yang terkenal dari Aceh. Motif ini dianggap sebagai seni yang menunjukkan ikon Kerajaan Aceh. Motif Pinto Aceh sering dijumpai pada kain, tas, pin atau bros, liontin, dan pada buah tangan dalam bentuk lain.

Jika motif Pinto Aceh melekat pada kain, kerap kain tersebut disebut dengan batik Aceh. Motifnya bisa berupa ukiran biasa, ukiran timbul, dan border Pinto Aceh sebagai sebuah karya seni bisa dibuat dalam beragam warna.

Umumnya, motif Pinto Aceh berwarna emas. Untuk liontin, Pinto Aceh bisa terbuat dari emas, perak, kuningan, dan perunggu. Demikian pula untuk bros atau pin, bisa juga diciptakan dengan kawat putih.

Banyak pedagang souvenir sengaja menjual tas, baju, sarung, kopiah, dan lain-lain dengan ukiran Pinto Aceh. Selain itu, pin berbentuk Pinto Aceh yang terbuat dari perak atau kuningan juga sering dijajakan di toko souvenir. Singkatnya, motif Pinto Aceh sudah menjadi ikon souvenir dari Aceh yang kerap menjadi buah tangan bagi orang luar.

Motif Pinto Aceh mulai ditemukan pada tahun 1939. Dalam sebuah catatan disebutkan bahwa karya seni ini sudah ada sejak tahun 1926. Corak ini ditemukan oleh Mahmud Ibrahim, seorang pengrajin emas dari Gampong Blang Oi, Kecamatan Meraxa, Kota Banda Aceh.

Kepiawaian lelaki yang disapa Utoh Mud dalam menciptakan karya seni ini mendapatkan lisensi resmi langsung dari Pemerintah Belanda di Kutaraja kala itu.

Saat itu, Utoh Mud baru membuat satu perhiasan berupa pin berbentuk Pinto Aceh. Pemerintah Belanda langsung memberikan apresiasi terhadap karya seni yang diciptakan oleh Utoh Mud. Pin yang diciptakan Utoh Mud berbentuk ramping dengan jeruji-jeruji yang dihiasi motif kembang.

Motif Pinto Aceh

Pada setiap ujungnya ada gulungan-gulungan kecil. Desain ini diciptakan Utoh Mud berdasarkan amatannya terhadap peninggalan sejarah Kerajaan Aceh, yakni Pinto Khop. Pinto Khop yang merupakan pintu istana Kerajaan Aceh bagian belakang, jalan menuju Taman Ghairah atau Bustanussalatin.

Motif Pinto Aceh semakin dikenal luas dan bukan hanya dibuat berbentuk pin, tetapi juga terdapat pada sejumlah souvenir lain khas Aceh, seperti tusuk sanggul, gelang, cincin, subang, dan peniti kebaya.

Corak Pinto Aceh kini pun sudah mengalami pengembangan. Jika dulu ujung setiap ukiran Pinto Aceh ada gulungan kecil-kecil, sekarang ada yang tidak bergulung lagi. Namun, pola dasarnya tetap sama, ramping dan mengembang.

Kini, souvenir berbentuk Pinto Aceh bukan hanya bisa dinikmati para wanita, tetapi juga tersedia untuk pakaian pria, mulai dari baju bermotif Pinto Aceh sampai jepitan dasi. Souvenir berbentuk pinto Aceh semakin familiar mendampingi souvenir khas lainnya seperti rencong dan kopiah meukeutop.

Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Aceh, Said Husain menyebutkan, Pinto Aceh terinspirasi dari Pinto Khop, sebuah peninggalan Sultan Iskandar Muda di Taman Putroe Phang Banda Aceh. Sehingga didesain menjadi sebuah karya seni.

“Pinto Aceh itu bukanlah pinto rumoh Aceh, karena pinto rumoh Aceh menyerupai pintu ka’bah desainnya. Kalau Pinto Aceh ini sebuah karya seni yang didesain untuk perhiasan pada awalnya,” ujar Said.

Motif Pinto Aceh ini pada awalnya merupakan hasil karya seni dari seseorang yang bernama Mahmud Ibrahim atau lebih akrab dikenal sebagai Utoh Mud. Dia adalah seorang perajin emas yang berasal dari Blang Oi, Kecamatan Meuraksa, Banda Aceh pada masa pendudukan Belanda.

Saat itu, katanya, ada sebuah acara pasar malam (satteling) tahunan yang diselenggarakan oleh Belanda di Lapangan Blang Padang, Kutaraja, tepatnya tahun 1920-an.

Dalam pasar malam itu dipertandingkan sejumlah desain perhiasan dari para pengrajin. Alhasil, desain milik Utoh Mud berhasil menang dan mendapatkan sertifikasi dari pihak Belanda.

Di pasar malam itu Pemerintah Kolonial Belanda memang ingin memberikan kesempatan kepada para pengrajin emas dan perak untuk membuka stand-nya untuk memamerkan hasil kerajinan tangan mereka.

Oleh karena kemahiran dan keterampilannya dalam menempa emas, setelah gelaran pasar malam selesai, seorang perajin emas dan perak bernama Mahmud Ibrahim (Utoh Mud) dinilai pantas untuk memperoleh sertifikat dari panitia satteling.

wisataaceh

Cek Artikel yang lain di Google News