WISATAACEH.ID – Jasmani Daud (55) satu dari sekian pemilik usaha tenun songket yang masih bertahan di Aceh Besar. Dia sudah menekuni profesi itu sejak Tahun 1990. Saat ini di daerah itu minim penenun, sehingga membuat Jasmany kewalahan jika ada order yang melimpah.
Ditemui dilokasi usaha tenun miliknya di Desa Mireuk Taman, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar, Awalnya, ketertarikan dirinya di dunia tenun berawal dari adanya pelatihan yang digelar di rumah sesepuh tenun di Aceh Besar, Nyakmu.
Lambat laun, Jasmany mulai jatuh hati pada profesi barunya. Setelah tiga bulan belajar membuat motif, dia mulai berani mencoba membikin sendiri. Sepuluh tahun berselang, usaha Jasmany berkembang dan dia merekrut tetangga di kampungnya.
“Saat ini, ada lima orang di kampung yang bekerja bikin tenun pada saya,” kata Jasmany saat ditemui di rumahnya beberapa waktu lalu.
Bagi Jasmany, proses pembuatan tenun tidak lah sulit. Hanya saja, bahan baku kadang sulit didapatkan karena benang dipasok dari Medan, Sumatera Utara dan dia membeli di Banda Aceh. Untuk satu kain sepanjang sepuluh meter, proses pembuatannya memakan waktu hingga satu bulan. Dalam sehari, cuma selesai dikerjakan sepanjang 15 sentimeter.
Meski proses pembuatan tergolong mudah, tapi Jasmany dan suaminya Barliansyah (41) kewalahan memenuhi permintaan. Soalnya, jumlah perajin minim sementara permintaan pasar semakin meningkat. Padahal, pembeli tenun di tempatnya tak hanya dari Indonesia, tapi juga wisatawan asing.
“Wisatawan dari Belanda, Denmark, Malaysia dan beberapa negara lain pernah datang ke sini. Mereka beli untuk oleh-oleh. Tapi ya itu, kita kadang tidak bisa memenuhi permintaan mereka,” kata Jasmanyi.

Pasangan suami istri ini berharap ada generasi muda yang ingin melestarikan profesi menenun. Apalagi selain menjaga tradisi, juga melestarikan songket Aceh Besar yang nyaris tanpa penerus.
Ada beberapa kain khas Aceh yang saat ini perlu dilesatarikan, misalnya tenun putri bulan di Aceh Tamiang.
Kain tenun songket Putri Lindung Bulan merupakan kain tenun tradisional warisan melayu. Kain tersebut dibuat dari hasil kerajinan tangan dengan ciri khas dan nilai-nilai seni budaya daerah masyarakat suku melayu yang berada di Provinsi Aceh, tepatnya di Aceh Tamiang.
Beragam jenis motif serta filosofi dalam setiap motifnya dan telah diwarisi secara turun temurun. Terdapat 25 motif telah tercatat di Kementerian Hukum dan HAM RI dalam Kekayaan Intelektual Komunal Ekspresi Budaya Tradisional.
Saat di kunjungi di salah satu pengrajin di Desa Pekan Seruway, Aceh Tamiang, terdengar jelas suara hentakan mesin dan tarian jari jemari penenun. Benang warna-warni berjejer rapi di dalam lemari di tempat usaha tenun Lindung Bulan.
Penenun juga tampak cekatan dalam mengurai dan menyambung benang ke benang jadi satuan hingga menjadi kain. Binaan Dekranasda Aceh Tamiang ini sudah beroperasi sejak puluhan tahun untuk menjaga tradisi dan tenun songket khas daerah yang berjuluk Bumi Muda Sedia.
Dari segi motif Pucok Rebong misalnya, melambangkan harapan baik sebab bambu merupakan pohon yang tidak mudah rebah oleh tiupan angin kencang sekalipun. Motif Pucok Rebong selalu ada dalam setiap kain songket sebagai kepala kain atau tumpal kain tersebut.
Penggunaan motif Pucok Rebong pada kain songket dimaksudkan agar pemakai selalu mempunyai keberuntungan dan harapan baik dalam setiap langkah hidup. Selain Pucok Rebong, motif yang selalu dipakai adalah Tampok Manggis, Datok Empat Suku, Susun Sireh Berangkai Biji Timun, dan Awan Berarak
Tinggalkan Balasan