WISATAACEH.ID – Aceh memiliki beragam kesenian yang sudah ada sejak zaman endatu. Kesenian itu kini semakin mendapat tempat di kalangan anak muda. Hal itu terlihat dari semakin menjamurnya sanggar-sanggar tarian khas Aceh di Tanah Rencong.
Kekayaan kesenian itu berasal dari berbagai daerah dan suku di 23 Kabupaten/Kota di Aceh. Semua itu lahir dari aktivitas masyarakat yang kemudian dikemas dalam bentuk gerak, syair, dan musik.
Karya-karya leluhur itu hingga kini masih populer dan berkembang di tengah masyarakat. Kesenian tradisional Aceh itu masih kokoh seiring perkembangannya waktu.
Seperti halnya tarian Tarek Pukat, salah satu dari bentuk kesenian yang merupakan wujud kebudayaan hasil olah pikir, gagasan masyarakat pesisir Aceh. Tarian ini difungsikan sebagai bentuk apresiasi terhadap budaya dan tradisi masyarakat Aceh pesisir khususnya saat menangkap ikan di laut, serta menggambarkan tentang sikap gotong royong.
Dalam bahasa Aceh, Tarek Pukat berarti menarik jala ikan (menangkap ikan). Aktivitas ini berlangsung di daerah pesisir yang merupakan kegiatan rutin para nelayan.
Selain menggambarkan kehidupan para nelayan, tarian ini juga memperlihatkan cara membuat jaring dan mendayung perahu. Karakter gerakan ini dinamis dan ceria dengan iringan alat musik tradisional.
Dalam buku Ensiklopedia Musik dan Tari Daerah, Provinsi Daerah Istimewa Aceh (1986) oleh Firdaus Burhan. Tarian ini diciptakan oleh almarhum Yusrizal pada tahun 1962.
Tarian Tarek Pukat diiringi oleh musik Seurune Kalee serta tabuhan Gendrang dan Rapa’I, dengan alunan musiknya yang sangat tradisional dan kental akan kebudayaan Aceh. Tarian Tarek Pukat biasanya dibawakan oleh 7 sampai 9 orang perempuan dan 4 atau 5 orang laki-laki.
Tarek Pukat mengandung makna simbolik, sebagai gambaran seluruh gerakan dalam tari ini dibawakan untuk bekerja sama dalam membuat pukat atau jaring yang menjadi simbol pada tarian ini. Pada dasarnya, gerakan tarian ini sangatlah sederhana, hanya saja membutuhkan kekompakkan dan fokus dalam gerakan duduk.
Gerakan duduk itu menjadi proses pembuatan simbol pada tarian Tarek Pukat, dimana para wanita berdiri dan duduk sambil merangkai rangkaian tali yang menyimbolkan jaring ikan.
Lalu para laki-laki mengiringi tarian ini di belakang para wanita dengan memperagakan gerakan yang menyimbolkan seseorang menangkap ikan dan menyimbolkan gerakan mendayung perahu.
Seniman Aceh, Imam Juaini, mengatakan tarian Tarek Pukat merupakan tari kreasi yang mentradisi. Tarian yang digarap dengan kekuatan sehingga bertahan dan menjadi sebuah tari tradisional.
Menurut Imam, jika dikelompokkan tarian Tarek Pukat adalah tari tradisional yang lahir dari sebuah era pembangunan. “Artinya, bukan lahir dari sebuah ritual atau legenda. Tapi dia lahir ketika Aceh sudah membangun,” katanya.
Melihat dari komposisi tarian itu sendiri, sebut Imam, menceritakan tentang kreatifitas orang pesisir masyarakat tani dan nelayan di Aceh. Seperti ketika merajut tali, hal itu disimbolkan membuat pukat. Kemudian ketika diangkat, bisa disimbolkan sebagai orang yang sudah merajut kebersamaan menjadi sesuatu hal diinginkan.
“Tali itukan secara tersiratnya mengikat, kemudian merajut, itu kan kebersamaan. Ketika dirajut dengan bersama maka dia pasti ada sesuatu yang bisa dilahirkan. Simboliknya itu, walaupun secara gampang kita tafsirkan itu adalah pukat. Pukat itu lebih menceritakan nelayan,” tuturnya.
Imam melihat, tarian Tarek Pukat itu lahir dari nilai-nilai kebiasaan masyarakat Aceh yang dituangkan dalam bentuk kesenian. Sehingga tradisi atau nilai itu tidak dilupakan dan akan terus menjadi pengingat.
“Arang Aceh dulu semua nilai-nilai kebiasaannya dibicarakan lewat seni baik seudati, rapai geleng, dan tarian tarek pukat ini. Semua nilai-nilai kehidupan sosial yang diangkat selain nilai agama. Sehingga, tradisi ini tidak lupa atau menjadi pengingat, karena seni ini media,” ucapnya.
Kekutan sebuah tarian tradisional Aceh, kata dia tidak pernah tenggelam apalagi suram seiring dengan perkembangan zaman. Baginya, itulah kelebihan para seniman Aceh terdahulu dalam melahirkan sebuah karya seni.
“Inilah kelebihlah orang zaman dulu. Artinya bertahan, itulah kekuatan sebuah karya. Karya ini tidak lekang, artinya memang tingkat pengetahuan, kemudian inspirasi luar biasa orang zaman dulu sehingga dia bisa bertahan,” ungkapnya.
“Sebuah karya itu yang memiliki nilai dan makna tentu dia akan bertahan di masyarakat, karena dia lahir dari masyarakat Aceh, kemudian nilai-nilai masyarakat Aceh, dan konsumennya tidak mesti orang Aceh, orang luar juga suka kan,” tambahnya.
Nama dan Makna Dari Gerakan Tari Tarek Pukat
- Surak (berteriak)
Surak berarti teriak yang bersimbol tentang semangat para nelayan untuk mencari ikan di laut dan memberi tanda bahwa para nelayan ingin berlayar kelautan yang luas untuk mencari ikan di laut dengan semangat teriakan “kayoh” berarti mendayung.
- Meulinggang (Lenggang Aceh)
Meulinggang artinya berlenggang, dalam gerak ini menggambarkan suasana kemeriahan dan kecerian masyarakat pesisir Aceh di dalam aktivitas untuk membuat pukat (jaring) yang dilakukan oleh para wanita Aceh.
- Meukayoh (Mendayung)
Gerakan kayoeh berarti mendayung dikonotasikan bahwa masyarakat Aceh selalu berusaha untuk tetap mencari dan pantang menyerah untuk melewati ombak lautan. Gerakan kayoeh memberi pesan bahwa sifat dan karakter masyarakat Aceh tidak pernah menyerah walaupun banyak rintangan yang dihadapi.
- Peugot pukat (Buat Jaring)
Gerakan Peugot Pukat berarti membuat jaring ikan dikonotasikan bagi masyarakat Aceh kegiatan ini menggambarkan kerja sama serta menjadikan alat untuk mata pencarian masyarakt pesisir Aceh.
- Tarek Pukat (Tarik Jaring Ikan)
Gerakan Tarek Pukat berarti menarik jala ikan dikonotasikan bahwa masyarakat Aceh selalu berkerja sama dalam kegiatan melaut, makna menarik jala ikan yaitu menimbulkan kebersamaan dalam mendapatkan hasil dari ikan yang nyangkut di jaring.
Gerakan Tarek Pukat memberi pesan bahwa masyarakat pesisir aceh selalu berkerja sama dalam kegiatan melaut sebagai mata pencarian masyarakat Aceh pesisir.
Properti dan Musik Pengiring
Dalam buku Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional Propinsi Daerah Istimewa Aceh (1993) oleh Idris, pakaian yang diguanakan biasanya berupa busana tradisional.
Para penari menggunakan pakaian seperti baju lengan panjang, celana panjang, dan kerudung . Selain itu, mereka juga menggunakan kain songket dan sabuk pada pinggang.
Alat yang digunakan dalam tarian ini, yaitu topi yang terbuat dari rotan atau bambu dan tali dengan panjang satu meter. Sedangkan musik pengiring tarian Tarek Pukat yaitu riang yang dihasilkan dari alat musik rapa’i dan serune kale. Kemudian dinyanyikan oleh pengiring vokal. Beberapa penari juga mengikuti nyanyian tersebut namun hanya beberapa bait saja.
Tinggalkan Balasan